27.7 C
Bandung
Friday, November 7, 2025

Buy now

RAJA LAK Ajak Tokoh Aceh, Papua, Riau, Dayak dan Sunda Kecil Perjuangkan Bentuk Negara Persatuan Republik Indonesia

RAJA LAK Ajak Tokoh Aceh, Papua, Riau, Dayak dan Sunda Kecil Perjuangkan Bentuk Negara Persatuan Republik Indonesia

Keputusan Pemerintah Pusat melalui Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian Kode serta Data Wilayah Administrasi yang menetapkan Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir menjadi wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara merupakan tindakan  A Historis yang memicu jelas gejolak Disintegrasi Nasional, apalagi setelah kunjungan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution ke Aceh yang mengusulkan Kerjasama pengelolaan dan ternyata Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan blak-blakan bahwa Putra Mahkota Uni Emirat Arab (UEA) Mohamed Bin Zayed (MBZ) punya minat untuk berinvestasi di sana.

Respon Masyarakat dan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Muzakir Manaf yang menolak keputusan tersebut dan menyatakan akan mengibarkan bendera Bulan Bintang sebagai lambang Gerakan Aceh Merdeka yang diposting kembali oleh Prof Dr Jimly Asshidiqie  4 Desember 2025, menunjukkan perlawanan lugas Bangsa Aceh terhadap keputusan Pemerintah Pusat yang menyinggung harga diri masyarakat Aceh. Secara historis bila kita merujuk pada catatan sejarah Proklamasi sampai Perjanjian Konferensi Meja Bundar yang memberikan pengakuan de jure kemerdekaan pada Negara Republik Indonesia Serikat, Yogyakarta, Aceh, Jakarta, dan Tapanuli merupakan bagian dari Negara Republik Indonesia bentuk Kesatuan sesuai UUD 1945, berbeda dengan posisi 15 Negara lainnya. Raja Lembaga Adat Kratwan Galuh Pakuan Rahyang Mandalajati Evi Silviadi menyatakan bahwa Kebijakan Goblok dan Dungu Pemerintah Pusat ini merupakan tindakan yang menguji kesetiaan Bangsa Aceh yang terus dihianati dari mulai perang melawan kolonialisme, perang kemerdekaan hingga perjanjian Helsinki 15 Agustus 2005 dan pemberian Otonomi Khusus bagi Nanggroe Aceh Darussalam.

Lembaga Adat Kratwan Galuh Pakuan dan Gerakan Pilihan Sunda yang pada 2 Februari 2022  di Lapangan Bintang Kabupaten Subang telah menyatakan Maklumat Sunda 2022 yang juga menuntut diberikan Otonomi Khusus Sunda Raya 3 Provinsi yaitu Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta agar dapat menjadi ruang ekonomi politik dan budaya seperti Benelux (Belgia, Nederland, dan Luxemburg) akibat banyak ketidak adilan Tata Kelola Negara selama 80 tahun Indonesia Merdeka yang suratnya diserahkan kepada Ketua DPD RI Ir. Aa Lanyalla Mattalitti, menyatakan bahwa Keputusan dan Kebijakan ini telah merobek Persatuan Nasional yang menganggap bahwa penggabungan, penambahan dan penataan daerah dapat dilakukan seenak otak dan udelnya Pejabat-pejabat pemerintah Pusat di Jakarta. Raja LAK Galuh Pakuan Rahyang Mandalajati Evi Silviadi menyatakan bahwa 80 Tahun Indonesia Merdeka (10 Windu) jelas factual hanya menghasilkan pergantian Rezim yang tetap intinya adalah Rezim penuh nafsu kuasa serakah yang bila kita mengikuti Kata Bung Karno, kita dijajah oleh bangsa sendiri , tanah, air dan kekayaan alam yang ada di dalamnya hanya milik segelintir Oligarki Nasional yang berselibat dengan Oligarki Global baik Timur maupun Barat.

Menjelang 80 Tahun Proklamasi Indonesia Merdeka 17 Agustus 2025 dan 75 Tahun Pengakuan de Jure Indonesia di Konferensi Meja Bundar 27 Desember 2025  Saya sebagai Raja Lembaga Adat Kratwan Galuh Pakuan mengajak tokoh-tokoh di Aceh, Papua, Riau, Dayak, Sunda Kecil untuk mulai memperjuangkan Tata Ulang Negara yang lebih fundamental dalam Persatuan Nasional, yaitu Bentuk Negara Persatuan Republik Indonesia yang secara sejarah diperdebatkan dalam BPUPKI/PPKI dimana Mohamad Hatta, Oto Iskandar di Nata, dan Maria Ulfah Soejono memperjuangkannya dengan pemikiran bahwa negara seluas, berpenduduk besar dan semajemuk berbhineka tunggal ika tidak logis bila dikelola secara sentralistik. Oto Iskandar di Nata ketika menyetujui bentuk negara Kesatuan ini, menyatakan kami membelakangkan cita-cita, artinya pihak yang berpikir dan berkeyakinan bahwa  negara kesatuan cara tatakelola negara yang dapat menjamin kemanusiaan, demokrasi dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang harus membuktikannya tentunya dengan tolok tolok ukur yang dapat dibuktikan dalam seberapa jauh kita maju dan atau kita telah semakin mundur, karena kata Merdeka yang dicetuskan oleh Oto Iskandar di Nata berarti sejauh mana Daulat Rakyat itu ada dalam bentuk tanah, air, dan kekayaan alam itu benar-benar dikelola untuk kesejahteraan rakyat yang berkeadilan.

Rahyang Mandalajati Evi Silviadi menyatakan bahwa kita tidak usah angkat senjata dengan mengorbankan rakyat tapi kita bersiap untuk mengadakan Kongres Suku Bangsa Nusantara dan para cendikia tokoh tokoh se Nusantara mempelajari dengan seksama apa apa kelemahan hukum nasional dan internasional untuk tuntutan maksimal perubahan bentuk negara atau harus ada Tata Ulang Negara yang lebih menghargai Daulat dan marwah semua suku suku bangsa untuk mendapatkan Otonomi yang seluas-luasnya sehingga berdaulat, makmur dan damai di tanah airnya masing masing dengan hubungan yang harmonis antar suku bangsa yang telah beribu-ribu tahun membangun persaudaraan yang berkebudayaan dan peradaban tinggi. Bila kita mempelajari sejarah nasional secara benar maka leluhur kita melalui kemaharajaan  Tarumanegara, Mataram, Sriwijaya, Majapahit dan Padjadjaran ternyata adalah kerajaan persatuan persemakmuran (kingdoms) bukan suatu kekaisaraan (emperor) yang menyatukan melalui penaklukan suku suku bangsa, maka tidak salah bila Pancasila Sila ke-3 berbunyi Persatuan Indonesia.

Subang, 16 Juni 2025

Raja Lembaga Adat Kratwan Galuh Pakuan
Rahyang Mandalajati Evi Silviadi.

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

0FansLike
3,912FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Latest Articles