Pengamat politik Rocky Gerung menyoroti pidato Presiden terpilih Prabowo Subianto dalam forum ekonomi di St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) di Rusia, Kamis (19/6/2025). Melalui kanal YouTube pribadinya pada Ahad (22/6/2025), Rocky Gerung menilai pidato Prabowo sangat keras dalam mengkritisi tatanan dunia dan merefleksikan kondisi Indonesia, khususnya terkait kolusi antara pemodal besar, pejabat pemerintah, dan elit politik atau yang disebutnya sebagai oligarki.
Menurut Rocky, kolusi semacam ini telah gagal dalam mengentaskan kemiskinan dan memperluas kelas menengah di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa Prabowo mengkritisi dua kutub ekonomi: kapitalisme yang rakus dan sosialisme/komunisme yang membuat individu terlalu bergantung pada negara.
Rocky menafsirkan bahwa Prabowo berupaya mencari keseimbangan antara sifat inovatif kapitalisme, yang dianggap baik untuk menghidupkan kompetisi yang adil, dengan intervensi negara untuk menghasilkan keadilan. Intervensi negara ini, menurut Prabowo, diperlukan untuk mengatasi masalah ketidakadilan akibat eksploitasi kapitalis.
“Itu artinya ada bagian sosialistik yang bagus yaitu intervensi negara untuk menghasilkan keadilan, ada bagian kapitalistik yang juga bagus yaitu inovasi, kreativitas dan kompetisi,” jelas Rocky. Ia menambahkan bahwa upaya Prabowo untuk menyeimbangkan akumulasi dan distribusi ini menjadi tema akademis utama yang bisa dibaca dari pidatonya.
Rocky membandingkan pendekatan ini dengan model ekonomi era Presiden Jokowi yang disebutnya cenderung kapitalistik dan justru menimbulkan disparitas. “Model yang diusung oleh Jokowi selama 10 tahun itu yang menyebabkan Indonesia itu gagal menghasilkan keadilan karena model kapitalistik ala Jokowi itu justru menimbulkan disparitas,” kritiknya.
Salah satu poin menarik dari pidato Prabowo yang disoroti Rocky adalah penggunaan istilah “state capture”, yang merujuk pada kondisi di mana negara disandera oleh kapital atau oligarki. Menurut Rocky, bagi Prabowo, fenomena ini menyebabkan Indonesia kesulitan dalam meningkatkan pendapatan masyarakat bawah dan memberikan martabat dalam kehidupan.
Rocky mengaitkan konsep state capture ini dengan upaya pemerintahan Prabowo untuk mengambil kembali penguasaan lahan, terutama di sektor kelapa sawit, yang diduga dikuasai secara ilegal oleh perusahaan-perusahaan besar. Namun, Rocky juga mempertanyakan apakah lahan-lahan ini akan dikembalikan fungsinya sebagai hutan konservasi atau justru dimanfaatkan negara untuk bisnis sawit, dan bagaimana posisi rakyat dalam skema tersebut.
Meskipun Prabowo memiliki ide-ide besar dan program yang sangat populis seperti makan bergizi gratis, pembentukan puluhan ribu koperasi, fasilitas perumahan rakyat, dan ketersediaan pangan nasional, Rocky menyadari bahwa implementasinya akan menghadapi tantangan besar.
“Prabowo punya ide besar tapi dia tidak punya kemewahan baik dari sisi situasi di domestik maupun sisi global,” kata Rocky. Ia menyoroti kebutuhan modal yang besar untuk membiayai program-program tersebut, di tengah kondisi perekonomian Indonesia dan geopolitik global yang sedang memburuk.
Menurut Rocky, akan ada perdebatan mengenai apakah semua proyek harus dijalankan bersamaan atau bisa dicicil demi efisiensi. Namun, ia melihat bahwa Prabowo tetap berpegang pada prinsip “putting people first” (mengutamakan rakyat) sebagai desain utama ekonomi Indonesia.
Rocky juga memuji upaya Presiden Prabowo untuk mengaktifkan kerja sama Selatan-Selatan dan posisi Indonesia di forum-forum seperti BRICS. Ia menganggap ini sebagai penanda bahwa Indonesia ingin kembali mempengaruhi sistem pemikiran dunia, suatu hal yang menurutnya tidak terlihat selama 10 tahun kepemimpinan Jokowi di panggung internasional.
“Begitu Prabowo masuk ke wilayah BRICS atau Global South, itu penanda bahwa ada ide untuk menghasilkan kembali kemampuan Indonesia mempengaruhi sistem pemikiran dunia,” jelas Rocky. Ia menambahkan bahwa Prabowo secara lantang mengatakan bahwa Rusia dan Tiongkok adalah bentuk baru dari upaya untuk menghasilkan keadilan di tingkat global dan memuji sistem ekonomi kedua negara sebagai pengimbang dari kerakusan kapitalistik.
Rocky meyakini bahwa upaya Prabowo ini akan memicu percakapan dunia tentang model ekonomi baru, menandingi ideologi kapitalisme yang selama ini dipimpin oleh negara-negara Barat. Ia berharap ini akan menegaskan kembali posisi Indonesia sebagai pemain global di sistem ekonomi dan politik dunia yang sedang tidak stabil. (RIS)
