1 Juta Barel
Kembalinya Chevron dan seperti asa 1 Juta Barel. Mimpi yang Masih Tertunda apa akan terwujud? Jika Kabar tentang kembalinya Chevron ke Indonesia membawa rona baru dalam dinamika energi nasional. Dimana setelah sempat hengkang dari Blok Rokan, kini raksasa migas Amerika ini kembali dengan pendekatan yang berbeda: fokus pada proyek gas dan teknologi karbon, bukan lagi berburu minyak dengan cara konvensional.
Pertanyaannya: apakah ini cukup untuk mendorong mimpi besar pemerintah Indonesia, yakni produksi minyak mencapai 1 juta barel per hari pada tahun 2030? Realitas hari ini justru menunjukkan sebaliknya. Produksi minyak Indonesia terus menurun, saat ini bertengger di angka sekitar 600 ribu barel per hari, bahkan sempat menyentuh 400 ribu.
Kita masih sangat jauh dari angka 1 juta. Chevron pun bukan lagi “Chevron yang dulu”—mereka kini datang dengan kepentingan iklim dan gas, bukan menggali minyak dari lapisan tua yang sudah kelelahan. Chevron dan mitra global lain kini menaruh perhatian pada Carbon Capture and Storage (CCS), terutama di Kalimantan Timur, wilayah yang dulunya kaya ladang minyak kini berubah jadi laboratorium transisi energi.
Hal ini sejalan dengan tekanan global untuk beralih dari energi fosil ke energi yang lebih bersih. Tapi ini juga menjadi sinyal: bahkan investor besar kini lebih nyaman bicara gas dan karbon ketimbang minyak.
Lantas bagaimana dengan ambisi 1 juta barel? Tampaknya lebih banyak menjadi simbol nasionalisme energi ketimbang rencana realistis. Dengan banyaknya lapangan tua, mahalnya investasi eksplorasi, hingga sistem fiskal yang belum cukup menarik, investor berpikir dua kali. Kita butuh bukan hanya teknologi baru, tapi keberanian melakukan reformasi regulasi dan menciptakan ekosistem investasi yang kompetitif dengan negara tetangga seperti Malaysia atau Vietnam.
Kalimantan tetap strategis, bukan hanya karena sisa ladang migasnya, tapi karena di sanalah masa depan energi kita bisa diuji: apakah kita bisa memanfaatkan potensi CCS dan gas sebagai batu loncatan menuju kemandirian energi rendah karbon?
Kabar Chevron kembali, dan itu kabar baik. Tapi jangan berharap mereka datang untuk menghidupkan mimpi minyak 1 juta barel. Sebaliknya, mari kita pahami bahwa masa depan energi Indonesia ada di diversifikasi, bukan nostalgia. Migas tetap penting, tapi bukan satu-satunya. Target produksi 1 juta barel boleh tetap dicita-citakan, tapi jangan sampai kita kehilangan arah hanya karena mengejar angka—sementara dunia sudah berpindah ke arah lain. Ya kan begitu adanya. (am/ewindo)