CATATAN 80 TAHUN INDONESIA MERDEKA: INDONESIA KUAT, INDONESIA HARUS BERMARWAH
INDONESIA, tanah air yang dicipta oleh sejarah panjang, lahir dari darah dan air mata para pejuang, kini telah memasuki usia 80 tahun merdeka dari penjajahan pada 17 Agustus 2025. Di usia ini, bangsa lain mengamati kita: apakah Indonesia hanya akan menjadi penonton sejarah, ataukah akan tampil sebagai aktor utama di panggung dunia? Pilihannya jelas—Indonesia harus menjadi kekuatan dunia, bukan sekadar nama di peta, tetapi kiblat peradaban yang dihormati.
Kekuatan dunia bukan sekadar tentang ekonomi yang melesat, bukan hanya soal kapal perang yang gagah atau gedung-gedung pencakar langit yang memamerkan kemewahan. Kekuatan dunia adalah gabungan dari kemakmuran rakyat, kejernihan nurani, kekuatan moral, dan keteguhan nilai. Negara yang kuat bukan karena takutnya rakyat pada penguasa, tetapi karena hormatnya rakyat pada keadilan.
Namun, kita harus jujur, jalan menuju Indonesia sebagai kekuatan dunia tidaklah mulus. Ada duri yang merobek langkah, ada racun yang merusak tubuh bangsa: korupsi. Korupsi adalah pengkhianatan yang lebih tajam dari belati. Ia merampas hak anak-anak untuk mendapatkan pendidikan, merampas hak orang sakit untuk memperoleh obat, dan merampas hak rakyat untuk hidup sejahtera.
Harusnya para pecundang koruptor tidak boleh diberi ruang. Mereka bukan hanya pencuri uang negara, mereka adalah perampok masa depan. Bangsa yang ingin kuat harus tegas: tangkap, adili, dan jangan beri panggung kepada para pengkhianat ini. Negara yang membiarkan koruptor bebas berkeliaran sama saja mengundang kehancuran.
Di usia 80 tahun ini, Indonesia seharusnya sudah belajar dari sejarah. Kita pernah dijajah karena kita lemah, kita pernah terpecah karena kita lupa pada persatuan, dan kita pernah goyah karena kita membiarkan pengkhianatan merajalela. Tetapi hari ini, kita punya kesempatan emas untuk membalikkan keadaan. Kita punya sumber daya alam yang melimpah, potensi laut yang luas, hutan tropis yang menjadi paru-paru dunia, dan lebih dari itu—kita punya manusia Indonesia yang kreatif, pekerja keras, dan berjiwa besar.
Kita harus memulai dari akar—pendidikan. Pendidikan yang bukan hanya mencetak lulusan untuk bekerja, tetapi membentuk manusia yang berpikir kritis, berani berkata benar, dan sanggup berinovasi. Kita butuh sekolah yang membebaskan pikiran, bukan mengikatnya dengan hafalan tanpa makna. Kita butuh guru yang menjadi teladan kejujuran, bukan hanya pengajar materi.
Kita juga harus membangun kedaulatan ekonomi. Negeri ini tidak boleh terus bergantung pada utang atau menjadi pasar bagi produk asing semata. Indonesia harus menjadi produsen, inovator, dan penentu harga di pasar dunia. Dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote, setiap jengkal tanah harus memberi nilai tambah bagi rakyatnya. Petani harus berdaulat atas hasil panen, nelayan harus berkuasa atas hasil laut, dan industri kreatif harus menjadi wajah baru ekonomi Indonesia.
Namun, semua itu akan sia-sia bila hukum tumpul ke atas tetapi tajam ke bawah. Maka, hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Pejabat tinggi atau rakyat jelata, semua setara di mata hukum. Tidak boleh ada kekebalan bagi koruptor, tidak boleh ada pembiaran bagi penindas.
Di bidang politik, kita memerlukan pemimpin yang bekerja dalam senyap namun hasilnya bergema, bukan pemimpin yang sibuk bersandiwara di depan kamera. Pemimpin yang kuat adalah yang berdiri di tengah badai, memayungi rakyatnya dari hujan, dan menghadap ombak paling besar untuk melindungi kapal bangsa.
Di panggung internasional, Indonesia harus hadir sebagai negara yang disegani karena kontribusinya bagi perdamaian, bukan karena jumlah konflik yang dihindarinya. Kita harus menjadi penengah, jembatan diplomasi, dan pelopor kerjasama global yang adil. Kekuatan militer kita harus modern dan siap menjaga kedaulatan, tetapi tangan kita harus tetap terbuka untuk perdamaian.
Indonesia juga harus memimpin dalam isu keberlanjutan. Dunia sedang menghadapi krisis iklim, dan ekonomi dunia. Dan kita memiliki modal besar untuk menjadi pemimpin solusi. Hutan-hutan kita, laut kita, dan energi terbarukan kita adalah kunci masa depan. Dengan pengelolaan yang bijak, kita bukan hanya menjaga bumi untuk anak cucu, tetapi juga menunjukkan kepada dunia bahwa kekuatan sejati adalah kekuatan yang melindungi kehidupan.
Di tengah semua itu, kita tidak boleh kehilangan jati diri. Indonesia adalah mosaik dari ribuan suku, bahasa, dan budaya. Keberagaman ini adalah kekayaan yang tidak dimiliki bangsa lain. Kita harus merawatnya seperti merawat permata—membersihkan dari debu perpecahan, menjaga dari retak kebencian, dan memolesnya agar terus bersinar di mata dunia.
Menjadi kekuatan dunia bukan berarti meniru sepenuhnya bangsa lain, tetapi menjadi versi terbaik dari diri sendiri. Indonesia yang berpegang pada Pancasila, yang memegang teguh gotong royong, yang menegakkan keadilan sosial, yang menjunjung kemanusiaan.
Saat kita menatap masa depan, mari kita bayangkan sebuah Indonesia di mana setiap anak bisa bersekolah tanpa takut biaya, di mana rumah sakit melayani tanpa diskriminasi, di mana desa-desa maju tanpa harus kehilangan tradisinya, di mana kota-kota berkembang tanpa mengorbankan lingkungan.
Mari kita bayangkan Indonesia di mana pejabat negara bukan dihormati karena jabatannya, tetapi karena integritasnya. Indonesia di mana rakyat percaya pada hukum karena hukum berpihak pada kebenaran. Indonesia di mana kekayaan alam diolah oleh tangan-tangan bangsa sendiri, untuk kepentingan seluruh rakyat, bukan segelintir elite.
Kita sudah terlalu lama membiarkan mimpi besar ini tertunda. Sudah saatnya bergerak. Tidak ada alasan menunggu, karena waktu tidak akan kembali. Setiap hari yang kita lewatkan tanpa pembenahan adalah hari yang dicuri dari masa depan.
Untuk itu, kita memerlukan kesadaran kolektif. Tidak cukup hanya mengandalkan pemerintah; rakyat harus ikut bergerak. Mahasiswa harus menjadi mata air gagasan, pekerja harus menjadi teladan kerja keras, pengusaha harus menjadi motor inovasi, dan media harus menjadi penjaga kebenaran.
Kita juga harus mendidik diri untuk berani berkata “tidak” pada segala bentuk kecurangan, sekecil apa pun. Korupsi dimulai dari toleransi terhadap kebohongan kecil. Jika kita berani menolak yang salah sejak awal, kita sedang membangun benteng besar untuk melindungi bangsa.
Indonesia Tidak Semalam
Indonesia yang kuat tidak dibangun dalam semalam, tetapi dimulai hari ini, dari hal-hal yang mungkin terlihat kecil: membayar pajak dengan benar, membuang sampah pada tempatnya, menghormati perbedaan, menolong tanpa pamrih. Hal-hal sederhana ini, jika dilakukan jutaan orang, akan menjadi kekuatan raksasa.
Sejarah telah membuktikan, bangsa yang besar adalah bangsa yang berani memutus rantai keburukan dan memulai lingkaran kebaikan. Kita punya segala syarat untuk menjadi bangsa seperti itu—asal kita berani.
Di usia 80 tahun ini, mari kita tegakkan kepala, mantapkan langkah, dan berkata kepada dunia: Indonesia bukan lagi sekadar bangsa yang pernah dijajah, bukan lagi bangsa yang hanya dikenal karena keindahan alamnya, tetapi bangsa yang dihormati karena kebijaksanaan, kekuatan, dan martabatnya.
Dan kepada para koruptor, para pecundang, pengecut yang menggerogoti negeri ini, pesan kita jelas: masa kalian sudah berakhir. Indonesia yang baru tidak memberi tempat bagi pengkhianat bangsa.
Inilah janji kita, kepada para pendiri bangsa, kepada anak cucu kita, dan kepada diri kita sendiri: Indonesia akan berdiri tegak di panggung dunia, bukan sebagai penonton, tetapi sebagai pemimpin yang memberi arah, membawa harapan, dan menjaga peradaban.
Indonesia kuat, Indonesia bermarwah. Bersatu, berdaulat, adil, dan makmur—untuk selamanya.
*)AENDRA MEDITA, anak bangsa yang cinta tanah air
