25.2 C
Bandung
Tuesday, November 11, 2025

Buy now

Kini 80 Tahun Indonesia Merdeka, Politik Indonesia ke Depan harus dibangun Politik Komunikasi yang Cerdas dan Bijak

Kini 80 Tahun Indonesia Merdeka, Politik Indonesia ke Depan harus dibangun Politik Komunikasi yang Cerdas dan Bijak

Catatan Aendra Medita – Pusat Kajian Komunikasi Politik Indonesia (PKKPI) & Jala Bhumi Kultura (JBK).

POLITIK Indonesia ke depan tidak bisa lagi berjalan dengan cara lama. Publik semakin kritis, generasi muda semakin melek informasi, dan media sosial telah menjadi ruang utama pertempuran gagasan.
Dalam situasi ini, politik komunikasi yang cerdas dan bijak menjadi kebutuhan mendesak, bukan sekadar pilihan. Politik komunikasi bukan hanya retorika atau sekadar mengatur strategi kampanye. Ia adalah seni menyampaikan pesan yang jujur, membangun makna, dan menghubungkan aspirasi rakyat dengan kebijakan negara.
Seperti kata para pemimpin pendiri bangsa ini. sebuah harapan bukan bukan harapan kosong, melainkan yang berakar pada realitas dan keinginan tulus membangun bangsa.
Politik Komunikasi: Lebih dari Panggung Citra
Selama ini, politik Indonesia sering terjebak pada logika pencitraan. Pemimpin dianggap berhasil bila pandai tampil di layar televisi, viral di media sosial, atau sekadar pintar memainkan jargon. Bahkan sering bagi-bagi duit sembako, dll.  Padahal, pencitraan tanpa substansi hanya melahirkan kekecewaan publik.
Politik komunikasi yang sehat harus mampu: Pertama harus menjelaskan arah kebijakan dengan jernih. Kedua harus membuat rakyat merasa dilibatkan. Ketiga hatus  memberikan kejelasan, bukan kebingungan.
Dalam kerangka ini, politik komunikasi seharusnya mengubah politik transaksional menjadi politik edukasional, di mana rakyat tidak hanya digiring pada pilihan sesaat, tetapi dididik untuk memahami arah bangsa.
Kecerdasan Membaca Publik
Rakyat kini bukan sekadar objek. Mereka subjek yang kritis, mampu menimbang dan membandingkan. Seorang pemimpin atau partai politik yang gagal membaca aspirasi publik akan ditinggalkan. Kecerdasan politik komunikasi menuntut kemampuan membaca denyut rakyat—dari petani di desa hingga anak muda urban di kota besar. Bahasa yang dipakai harus membumi, sederhana, namun tetap berbobot. Tokoh dunia Mahatma Gandhi pernah mengingatkan, “Politik tanpa prinsip adalah salah satu dosa terbesar manusia.” Politik komunikasi yang cerdas harus berdiri di atas prinsip, bukan sekadar akal-akalan strategi. Jika tidak, ia hanya akan melahirkan ilusi demokrasi. Kebijaksanaan dalam Komunikasi Namun kecerdasan saja tidak cukup. Ia harus disertai kebijaksanaan.
Politik komunikasi yang bijak adalah komunikasi yang: Mengutamakan persatuan, bukan perpecahan. Menghadirkan kejujuran, meskipun pahit. Menolak ujaran kebencian, hoaks, dan fitnah. Kebijaksanaan komunikasi adalah menjaga agar demokrasi tetap hidup, tetapi tetap dalam bingkai persatuan bangsa.
Era Digital: Peluang atau Bahaya?
Media sosial membuka ruang besar bagi partisipasi rakyat. Namun, ia juga membawa ancaman: banjir hoaks, ujaran kebencian, dan manipulasi informasi. Politik komunikasi yang cerdas dan bijak harus menempatkan digital sebagai alat pendidikan politik, bukan sekadar propaganda murahan. Presiden ke-3 RI, BJ Habibie pernah mengatakan: “Kebebasan tanpa tanggung jawab adalah anarki.”
Begitu pula komunikasi politik di era digital—kebebasan berbicara harus diiringi dengan tanggung jawab moral dan etika. Kami di PKKPI dan Jala Bhumi Kultura (JBK) melihat Perspektif Baru menegaskan bahwa komunikasi politik harus menjadi jembatan antara rakyat dan negara. Bukan panggung untuk elite semata dan mengingatkan bahwa politik komunikasi Indonesia harus berakar pada kearifan budaya Nusantara. Dalam masyarakat yang plural, komunikasi politik yang memanfaatkan nilai budaya lokal akan lebih diterima, lebih membumi, dan lebih tahan terhadap guncangan global.
Jalan Masa Depan Indonesia ke depan membutuhkan politik komunikasi yang:  Cerdas dalam membaca zaman, rakyat, dan tantangan global. Bijak dalam memilih bahasa, menjaga etika, dan menolak polarisasi. Tulus dalam menghubungkan janji politik dengan tindakan nyata. Lagi ingin kutip tokoh dunia dar Afrika sana, Nelson Mandela yneg mengatakan, “Politik bukan soal siapa yang berkuasa, tetapi bagaimana kekuasaan digunakan untuk membuat hidup orang lebih baik.” Itulah tujuan politik komunikasi yang sesungguhnya: membuat hidup rakyat lebih baik, bukan sekadar memenangkan kursi kekuasaan.
Akhirnya sebagai penutup bahawa Indonesia sedang menuju babak baru dalam sejarah demokrasinya. Dan kini 80 tahun Indoneseia Merdea: Tantangan besar menanti: krisis kepercayaan, banjir informasi, dan perpecahan sosial. Jawabannya hanya satu: politik komunikasi yang cerdas dan bijak.
Politik yang tidak sekadar pintar berbicara, tetapi juga mampu mendengar. Politik yang tidak hanya memoles citra, tetapi juga menghadirkan substansi. Politik yang tidak hanya mengejar kekuasaan, tetapi juga menegakkan keadilan. Masa depan Indonesia bergantung pada bagaimana kita membangun komunikasi politik yang jujur, santun, sehat, dan berlandaskan etika. Jika itu bisa dilakukan, maka demokrasi kita tidak hanya hidup, tetapi juga berkelas dan berkeadilan. Politik komunikasi yang cerdas dan bijak bukan sekadar strategi, melainkan kebutuhan untuk menjaga Indonesia tetap kuat, berdaulat, dan berkelanjutan. Tabik.***

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

0FansLike
3,912FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Latest Articles