24.8 C
Bandung
Friday, November 14, 2025

Buy now

Kematian Affan Disebabkan Arogansi Para Elite Politik

BandungEdung.com — Pengamat politik Adi Prayitno mengecam keras tewasnya Affan Kurniawan, seorang driver ojek online yang terlindas kendaraan aparat di tengah aksi demonstrasi, Kamis (28/8/2025) malam. Adi menyebut tragedi ini sebagai bukti nyata arogansi elite politik yang menganggap rakyat sebagai “angin lalu.”

“Bagaimana mungkin seorang warga negara bernama Affan Kurniawan harus diperlakukan secara tidak adil dan meninggal dunia hanya karena ikut serta menyampaikan aspirasi untuk mencari keadilan di negara ini?” tegas Adi dalam analisis politiknya, lewat channel YouTube-nya yang diunggah Jumat (29/8/2025).

Kematian Affan Kurniawan yang menjadi tulang punggung keluarga dinilai Adi sebagai puncak dari sikap brutal aparat terhadap demonstran. Yang lebih mencengangkan, kata dia, adalah respons para politisi di Senayan yang justru mencemooh aksi protes rakyat dengan bahasa kasar dan merendahkan.

“Satu sisi rakyat sedang pilu berkelahi untuk mencari kehidupannya yang layak, tapi pada saat bersamaan elit-elit justru mempertontonkan sesuatu yang sebaliknya. Mereka mendapatkan tunjangan yang lebih mewah, berlipat ganda,” ungkap pengamat yang dikenal kritis terhadap perilaku elite politik ini.

Adi menyoroti kontras mencolok antara penderitaan rakyat yang berjuang melawan kemiskinan dan pengangguran, dengan para anggota dewan yang menikmati fasilitas mewah namun malah mencemooh aspirasi rakyat.

Mengutip sejarah politik Indonesia sejak era reformasi, Adi mengingatkan bahwa aksi demonstrasi adalah hal wajar dalam demokrasi. Namun, penanganan yang represif terhadap demonstran justru menunjukkan kemunduran demokrasi.

“Sejak pergantian kekuasaan dari Soeharto ke Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY, hingga Jokowi, rakyat selalu protes ketika ada kebijakan yang tidak pro-rakyat. Ini normal dalam demokrasi,” jelasnya.

Yang tidak normal, kata Adi, adalah perlakuan brutal terhadap demonstran. “Jangan dilawan dengan gas air mata, pentungan, apalagi dilindas dengan kendaraan siap tempur. Rakyat itu bukan musuh, rakyat itu pemilik sah negara ini.”

Adi mengidentifikasi sikap merendahkan para politisi Senayan sebagai pemicu utama eskalasi demonstrasi yang dimulai sejak 25 Agustus lalu. Para wakil rakyat dinilai tidak hanya abai terhadap aspirasi, tetapi juga merespons dengan sarkasme dan kata-kata kasar.

“Ketika rakyat protes melihat realitas yang berjarak ini, justru dikata-katai dengan istilah yang sangat kasar dan kejam. Bahkan protes-protes rakyat dianggap angin lalu dan tidak penting,” kritik Adi.

Contoh konkret yang disebutnya adalah kasus di Pati, di mana kepala daerah yang tidak mencerminkan aspirasi rakyat juga mendapat protes masif. Pola yang sama kini terulang di tingkat nasional dengan DPR yang “dikepung dan didemo berhari-hari.”

Ilustrasi | ISTAdi mengajukan empat poin penting yang harus diperhatikan elite politik untuk mencegah tragedi serupa:

Pertama, aksi protes harus diperlakukan normal dalam demokrasi, bukan dengan represif. “Jika ada peristiwa politik di kemudian hari, para penegak hukum harus memperlakukan demonstran dengan cara bijak dan beradab.”

Kedua, para politisi harus menghentikan bahasa sinis dan merendahkan terhadap rakyat yang sedang berjuang mencari keadilan ekonomi.

Ketiga, meski demonstrasi adalah hak demokratis, penyampaian aspirasi harus dilakukan dengan cara elegan dan anti-anarkis sesuai kaidah demokrasi.

Keempat, elite politik harus sadar bahwa gaji mereka berasal dari pajak rakyat yang sedang menderita. “Yang mensubsidi kehidupan mereka adalah pajak-pajak rakyat yang sudah diberikan secara total.”

Menutup analisisnya, Adi menekankan bahwa kematian Affan Kurniawan bukan sekadar tragedi individual, melainkan duka seluruh rakyat Indonesia yang sedang mencari keadilan.

“Affan Kurniawan adalah kita semua. Affan Kurniawan adalah warga negara yang sedang berjuang,” katanya sambil mendoakan agar almarhum mendapat tempat terbaik di sisi Allah.

Adi berharap tragedi ini menjadi yang terakhir. “Anggota dewan dan para politisi harus ‘tebal kupingnya.’ Kalau ada rakyat marah dan protes, maknai ini sebagai bentuk perjuangan mereka mencari keadilan—untuk dirinya dan untuk seluruh rakyat Indonesia.” (RIS)

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

0FansLike
3,912FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Latest Articles