27.7 C
Bandung
Friday, November 7, 2025

Buy now

Untuk 100 Tahun Indonesia: Jangan Menangis Bangsaku

Untuk 100 Tahun Indonesia: Jangan Menangis BangsaKU

BANGSA ini sering kali menangis. Tangisan itu terdengar di jalan-jalan ketika rakyat marah pada harga-harga yang melambung. Ia terdengar di rumah-rumah kecil ketika orang tua tak sanggup membiayai sekolah anaknya. Ia juga terdengar di ruang sidang pengadilan, ketika keadilan dipermainkan dengan uang dan kuasa.
Namun sampai kapan bangsa ini hanya menangis?
Menangis yang Panjang
Sejak kemerdekaan, bangsa Indonesia sudah melewati begitu banyak tangisan: tangisan akibat perang saudara, tangisan karena korupsi yang merajalela, tangisan karena kemiskinan yang seakan tidak pernah putus. Setiap generasi punya air matanya sendiri.
Tetapi air mata tidak pernah cukup untuk mengubah keadaan. Menangis hanya melahirkan simpati sesaat. Bangsa ini tidak bisa selamanya meratap pada luka. Bangsa ini harus berdiri, mengeringkan air mata, dan menatap masa depan dengan berani.
Jangan Menangis, Bangkitlah
 “Jangan menangis bangsaku.” Itu bukan berarti kita harus menutup mata dari penderitaan. Bukan. Justru kita harus melihat luka itu dengan jelas, tapi dengan tekad untuk menyembuhkannya.  Bangsa ini terlalu besar untuk hanya menjadi korban. Indonesia memiliki sejarah panjang tentang keberanian. Dari para pejuang kemerdekaan yang berani menukar nyawa dengan kemerdekaan, hingga rakyat kecil di desa-desa yang tetap bekerja keras meski dilupakan negara.
Kita punya kekuatan untuk bangkit. Kita punya energi moral yang masih tersisa di rakyat kecil, di guru yang tulus mengajar, di petani yang sabar menanam, di seniman yang berani bersuara.
Dari Menangis ke Melawan
Jangan menangis bangsaku. Sudah waktunya kita melawan. Melawan bukan hanya dengan teriakan di jalan, tapi juga dengan cara menjaga integritas, menolak suap, melawan korupsi, menulis kebenaran, dan mendidik generasi baru dengan kejujuran.
Menangis hanya memberi ruang pada penindas untuk terus berkuasa. Tapi melawan dengan nurani akan memberi harapan.
Air Mata yang Berubah Jadi Kekuatan
Saya percaya, tangisan bangsa ini tidak harus berakhir sia-sia. Air mata bisa berubah menjadi energi. Tangisan rakyat di tanha airku tanah kelihranku, Cicadas, misalnya, adalah tangisan perjuangan. Dari lorong-lorong sempit, rakyat tetap bisa tertawa, tetap bisa bernyanyi, tetap bisa hidup. Itu adalah bukti bahwa bangsa ini tidak mudah dikalahkan.  Begitu pula kampung orang tuaku Sumedang, begitu pula Yogyakarta, atau kota lainnya di tanah ini dan pula disetiap pelosok negeri. Air mata rakyat harus menjadi bahan bakar perubahan, bukan sekadar jadi cerita pilu.
Refleksi untuk Indonesia 2045  
Ketika Indonesia berusia 100 tahun pada 2045, jangan sampai bangsa ini masih menangis. Kita tidak boleh terus-menerus menunggu belas kasih, tidak boleh terjebak dalam mental korban.  Bangsa yang besar adalah bangsa yang berani berdiri.
Dan bangsa yang berdiri tidak lagi sibuk mengusap air mata, tapi sibuk membangun masa depan.  “Jangan menangis bangsaku,” adalah seruan cinta. Seruan agar kita berani berkata: cukup sudah.
Cukup meratap. Saatnya berdiri tegak dan berjalan ke depan. Tabik.

–Aendra Medita

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

0FansLike
3,912FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Latest Articles