Purbaya Yudhi Sadewa: Ekonom Nyeleneh, Rendah Hati, dan Berani Melawan Arus
Di tengah wajah elite birokrasi ekonomi Indonesia yang sering terkesan kaku, formal, bahkan berjarak, hadir satu sosok yang berbeda. Adalah Purbaya Yudhi Sadewa, ekonom yang dulu menjabat sebagai Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), mematahkan stereotipe pejabat ekonomi sebagai figur elitis dengan jas rapi dan senyum diplomatis yang serba terukur. Ia tampil apa adanya, lugas, kadang nyeleneh, tetapi cerdas—dan justru dari situlah wibawanya muncul.
Purbaya bukan tipe pejabat yang merasa perlu menjaga jarak dari rakyat dengan dinding protokoler. Ia tidak pernah keberatan makan di warung sederhana, bahkan sering terlihat menikmati suasana warung pinggir jalan. Bagi orang lain, itu mungkin hal kecil. Tetapi bagi seorang pejabat di level “kelas Menkeu”—setara menteri—perilaku semacam itu jarang terjadi. Apalagi dalam kultur birokrasi Indonesia, pejabat tinggi sering kali dikelilingi pagar elitis: restoran bintang lima, meja makan hotel, atau ruang makan berprotokol. Purbaya menabrak semua itu. Ia menunjukkan bahwa seorang pejabat bisa tetap sederhana tanpa kehilangan otoritas intelektualnya.
Kecerdasan Purbaya sudah terlihat sejak awal. Latar belakang akademiknya tidak main-main: doktor ekonomi dari Purdue University, Amerika Serikat, sebuah universitas dengan reputasi riset kelas dunia. Tetapi keilmuan itu tidak membuatnya menjadi sosok akademisi menara gading. Ia membawa ilmu itu untuk memahami denyut nadi rakyat, realitas pasar, dan cara ekonomi global bekerja terhadap Indonesia.
Purbaya punya gaya analisis yang berbeda. Ia tidak hanya berhenti pada teori. Ia selalu mencoba mengaitkan angka-angka makro dengan pengalaman sehari-hari masyarakat. Baginya, statistik bukan sekadar data di atas kertas. Statistik adalah cerita nyata: harga cabai di pasar, ongkos transportasi, atau perut rakyat yang lapar.
Itulah yang membuat banyak orang menyebutnya “nyeleneh”. Ketika pejabat lain sibuk bicara tentang stabilitas moneter dengan bahasa teknokratis yang hanya dimengerti lingkaran terbatas, Purbaya bisa menyejajarkan analisisnya dengan contoh sederhana. Ia bisa menjelaskan dampak inflasi sambil menunjuk harga kopi di warung yang sehari-hari ia nikmati.
Berani Melawan Dominasi Asing
Salah satu sisi paling menonjol dari Purbaya adalah keberaniannya dalam menghadapi dominasi ekonomi asing, khususnya Amerika Serikat. Dalam banyak forum, ia tidak ragu menyampaikan bahwa Indonesia harus berdaulat atas kebijakannya sendiri. Bagi Purbaya, ekonomi nasional tidak boleh sekadar menjadi satelit dari kepentingan negara besar.
Sikap kerasnya ini bukan lahir dari retorika kosong. Ia paham betul mekanisme global: bagaimana dolar AS bekerja sebagai alat hegemonik, bagaimana IMF dan World Bank menanam pengaruh, hingga bagaimana kebijakan perdagangan internasional sering menekan negara berkembang. Purbaya melihat semua itu dengan jernih, dan ia tidak segan menyebut yang salah sebagai salah.
Ketika banyak pejabat memilih aman dengan retorika diplomatis, Purbaya justru tampil blak-blakan. Ia bisa mengatakan secara terbuka bahwa kebijakan tertentu dari AS merugikan Indonesia. Sikap seperti ini jelas jarang ditemukan, bahkan dalam tubuh elite ekonomi sendiri. Tetapi nyalinya itulah yang membuatnya dihormati.
Tidak Elitis: Pejabat yang Membumi
Ada cerita menarik tentang gaya hidupnya. Purbaya tidak merasa perlu menampilkan kemewahan untuk dihormati. Di saat banyak pejabat menggunakan mobil dinas mewah sebagai simbol status, Purbaya lebih nyaman dengan sikap sederhana. Ia lebih memilih membaur daripada menjaga jarak.
Ketika makan di warung, ia tidak sekadar “singgah demi pencitraan” seperti yang kerap dilakukan pejabat lain. Ia benar-benar menikmatinya. Duduk di bangku kayu sederhana, bercakap dengan pemilik warung, atau berbagi tawa dengan sopir dan staf yang menemaninya. Tidak ada sekat. Ia menikmati hidup dengan cara membumi.
Justru dari situ, auranya muncul: ia tidak elitis, tetapi keren. Sosok yang tidak butuh panggung mewah untuk tampil berwibawa. Purbaya menunjukkan bahwa otoritas tidak ditentukan oleh kursi empuk atau ruang rapat berhias marmer, melainkan oleh kedalaman pikiran dan ketulusan sikap.
Nyeleneh tapi Visioner
Orang sering salah menafsirkan “nyeleneh” sebagai sekadar keanehan. Tetapi pada Purbaya, nyeleneh adalah cara ia memecah kebekuan. Ia bisa melontarkan ide-ide yang di luar kebiasaan, kadang mengejutkan, kadang membuat pejabat lain gelagapan. Tetapi ketika didalami, ide itu punya basis logika yang kuat.
Sebagai contoh, ketika bicara soal kemandirian ekonomi, ia tidak segan menyebut bahwa Indonesia terlalu lama terjebak dalam pola pikir “mengikuti Barat”. Menurutnya, bangsa ini harus berani menentukan jalan sendiri, bahkan jika itu berarti menentang arus. Ia menganggap keberanian melawan arus global adalah syarat mutlak agar Indonesia bisa tumbuh dengan identitasnya sendiri.
Visi semacam itu jarang keluar dari mulut pejabat tinggi yang biasanya lebih sibuk menjaga diplomasi dan citra aman. Purbaya justru menolak kenyamanan itu. Ia percaya ekonomi Indonesia akan kokoh hanya jika berlandaskan keberanian berpikir berbeda.
Cerdas, Tapi Tidak Membosankan
Cerdas adalah kata yang sering dipakai untuk menggambarkan Purbaya. Tetapi kecerdasannya tidak membosankan. Ia bukan tipe akademisi yang hanya berbicara dengan angka dan istilah teknis. Ia bisa menyelipkan humor, perumpamaan, bahkan sindiran tajam yang membuat audiens terjaga.
Dalam sebuah diskusi, misalnya, ia pernah mengatakan bahwa ekonomi Indonesia sering kali seperti “orang yang selalu ikut-ikutan tren, padahal punya modal sendiri untuk menciptakan gaya baru”. Analogi itu sederhana, tetapi dalam. Ia menggambarkan kebijakan ekonomi nasional yang terlalu sering tunduk pada pola negara lain, padahal kekayaan Indonesia sangat besar untuk membangun jalannya sendiri.
Inilah yang membuatnya unik: ia bisa serius dan ringan dalam satu waktu. Orang awam bisa memahami pandangannya, tetapi para ekonom senior pun tetap menghargai kedalaman analisanya.
Keberanian dalam Sunyi
Meski berani dan lantang, Purbaya bukan tipe pencari panggung. Ia tidak sering tampil di media untuk mencari popularitas. Ia lebih banyak bekerja dalam senyap, mengawal kebijakan dari balik meja, namun selalu dengan sikap tegas.
Itu pula yang membuatnya dihargai oleh banyak pihak. Ia bukan politisi yang mencari sorotan, bukan pula teknokrat yang hanya sibuk menjaga angka di laporan. Ia adalah ekonom yang menghidupkan ilmunya dengan sikap nyata.
Warisan Pemikiran
Jika harus disimpulkan, warisan terpenting Purbaya bukan hanya jabatan atau kebijakan yang ia hasilkan, melainkan cara berpikir. Cara berpikir bahwa pejabat tidak harus elitis untuk dihormati. Bahwa kecerdasan bisa tampil dengan sederhana. Bahwa keberanian melawan dominasi asing adalah bagian dari menjaga martabat bangsa.
Dalam dunia birokrasi yang sering dipenuhi kompromi, Purbaya hadir sebagai contoh bahwa masih ada pejabat yang tegak berdiri pada prinsip. Ia unik, nyeleneh, tetapi cerdas dan berintegritas.
Purbaya Yudhi Sadewa mungkin bukan sosok yang setiap hari menghiasi headline. Tetapi dalam lingkaran ekonomi dan kebijakan, namanya bergaung dengan cara yang khas. Ia ekonom yang membumi, pejabat yang tidak elitis, intelektual yang tidak membosankan, sekaligus patriot yang berani.
Sederhana di warung, cerdas di forum, berani melawan dominasi asing, dan tetap teguh pada prinsip—itulah Purbaya. Sosok yang menunjukkan bahwa menjadi pejabat tinggi tidak harus kehilangan kerendahan hati, dan menjadi intelektual tidak berarti menjauh dari rakyat. Dan nampaknya dia kini menjadi paling terdepan di kabinet Prabowo….
CATATAN dari Cilandak Aendra MEDITA
